Kamis, 15 September 2011

Antara Puasa Qadha dan Syawal

Selasa, 29/09/2009 13:36 WIB
Mengqodho puasa Ramadhan dan berpuasa enam hari di bulan syawal merupakan ibadah yang disyariatkan. Tentang mengqodho ini terdapat didalam firman Allah swt :
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ 

Artinya : “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqoroh : 184)
Sedangkan berpuasa enam hari di bulan syawal terdapat didalam riwayat dari Abu Ayyub dari Rasulullah saw bahwa beliau saw bersabda,”Barangsiapa yang berpuasa ramadhan lalu menlanjutkannya dengan (berpuasa) enam hari di bulan syawal maka itulah puasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)
Orang yang berpuasa selama bulan ramadhan ditambah lagi dengan puasa enam hari sama dengan puasa sepanjang tahun dikarenakan setiap kebaikan sebanding dengan sepuluh kebaikan. Puasa ramadhan sama dengan sepuluh bulan sedangkan enam hari bulan syawal sama dengan dua bulan sehingga seluruhnya menjadi dua belas bulan atau setahun penuh.
Yang paling utama melakukan puasa enam hari syawal ini adalah langsung melanjutkan puasa ramadhannya kecuali pada hari raya idul fitri karena pada hari ini diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa. Jadi seseorang dapat melakukannya secara terus menerus tanpa terputus sejak hari kedua bulan syawal hingga hari ketujuhnya.
Dan dibolehkan juga bagi seseorang untuk berpuasa enam hari bulan syawal dengan cara terputus-putus dihari yang dikehendakinya di bulan syawal kecuali pada hari idul fitri.
Adapun mana yang harus didahulukan antara mengqodho ramadhan atau puasa enam hari di bulan syawal ?
Syeikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin mengatakan bahwa logikanya adalah mendahulukan yang wajib daripada yang sunnah karena yang wajib adalah utang yang harus dilunasi sedangkan yang sunnah adalah sesuatu yang dianjurkan ditunaikan apabila mendapatkan kemudahan dan jika ia tidak mendapati maka tidak ada kesempitan baginya untuk meninggalkannya.
Dari sini, kami mengatakan kepada seorang yang diharuskan mengqodho ramadhannya adalah,”Qodholah ramadhan yang menjadi kewajiban anda sebelum anda melakukan puasa sunnah. Dan jika anda melakukan puasa sunnah sebelum mengqodho ramadhan maka puasa sunnah itu dibenarkan selama waktu (mengqodho) itu masih luas (panjang). Karena qodho ramadhan bisa dilakukan hingga ramadhan berikutnya. Dan selama perkara itu masih memiliki keluasan waktu maka diperbolehkan melakukan puasa yang sunnah, seperti shalat fardhu, apabila seorang melaksanakan shalat sunnah sebelum fardhu yang masih memiliki keluasan waktunya maka hal itu diperbolehkan.
Sehingga barangsiapa yang berpuasa arafah atau asy syuro sementara dirinya masih memiliki utang qodho ramadhan maka puasanya itu sah. Akan tetapi seandainya dirinya meniatkan berpuasa hari itu dengan niat mengqodho ramadhannya maka dirinya akan mendapatkan dua pahala, yaitu pahala puasa hari arafah atau puasa asy syuro dengan pahala mengqodho.
Hal demikian adalah bagi puasa sunnah yang tidak ada hubungannya dengan puasa ramadhan. Adapun puasa enam hari bulan syawal adalah puasa sunnah yang berhubungan dengan ramadhan, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang berpuasa ramadhan lalu melanjutkannya dengan enam hari bulan syawal maka ia seperti puasa sepanjang tahun.”
Ada sebagian orang beranggapan bahwa jika dirinya mengkhawatirkan bulan syawal akan berakhir sebelum dirinya berpuasa enam hari syawal maka hendaklah dia berpuasa enam hari itu walaupun ia belum mengqodho ramadhannya, sungguh ini pemahaman yang salah. Sesungguhnya puasa enam hari bulan syawal tidaklah bisa dilakukan kecuali apabila dirinya telah menyelesaikan qodho ramadhannya.” (Liqo’at al Bab al Maftuh juz V hal 5)
Wallahu A’lam
(http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/syawal.htm)


-RETRO 2011, DEKAT BERMANFAAT -

Pasang Surut Peradaban Islam

|

Islamedia - Rasulullah pernah menenggarai bahwa Umat Islam setidaknya akan melalui lima periode dalam perjalannya hingga hari kiamat. Yaitu periode kenabian, periode kekhalifahan yang tegak di atas nilai-nilai kenabian, periode Mulkan ‘adhan atau penguasa yang menggigit, periode Mulkan Jabbariyan atau penguasa yang menindas, dan terakhir sebelum datangnya kiamat umat ini sekali lagi akan berjaya dengan kembali ke periode kekhalifahan yang tegak di atas nilai-nilai kenabian.

Pasang surut peradaban Islam dan pergiliran kepemimpinan dunia tergambar jelas dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Baihaqi. Rasulullah ingin menggambarkan kepada para sahabat dan umat Islam tentang perjalanan umat ini. Hadits di atas juga ingin menekankan ketetapan Allah (sunnatullah) yang akan berlaku pada semua umat manusia, tak terkecuali umat Islam.

Dalam nubuwwah itu juga tersirat optimisme yang cukup besar bagi kita, bahwa Allah akan mengembalikan kejayaan umat islam sebelum hari kiamat tiba. Dan masa itu ada di hadapan kita sekarang, ia mewujud dalam fenomena kebangkitan Islam yang marak di seluruh dunia.

Dalam realitas sejarah, nubuwwat Rasulullah terbukti di lapangan kehidupan kita. Empat periode telah dilalui oleh umat ini sejak Islam diturunkan. Dan kini, dapat dikatakan dunia sedang berada pada periode Mulkan Jabbariyan. Suatu periode di mana secara de jure hokum islam tidak lagi tegak di muka bumi, apalagi secara de facto. Inilah periode perjalanan di mana Khalifah islamiyah tidak lagi tegak. (Abu Ridho, Risalah Pergerakan1).

Secara lebih detail, Badri Yatim MA dalam sejarah peradaban Islam membagi perjalanan yang telah dilalui umat Islam dalam tiga periode. Pertama periode klasik (650-1250 M), kedua periode pertengahan (1250-1800) M, dan ketiga, periode modern (1800 M – sekarang).

Pembagian ini didasarkan pada masa kemajuan Islam dan pencapaian puncak peradaban dunia. Periode klasik disebut sebagai masa kemajuan Islam pertama yang direpresentasikan oleh kesatuan khilafah islamiyah yang mencapai puncaknya pada awal-awal khilafah Bani Abbasiyah. Periode pertengahan disebut sebagai masa kemajuan Islam kedua yang direpresentasikan oleh tiga kerajaan besar Islam: Utsmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia.

Period Modern adalah periode di mana umat Islam seperti yang dijanjikan Rasulullah, akan kembali kepada Khilafah ‘alaa Manhaj An-Nubuwah yang sampai saat ini masih dalam proses embriotiknya.

Masa Kemajuan islam (632-1000 M)

Masa kemajuan islam didefinisikan sebagai puncak kejayaan Umat Islam yang tak ada tandingannya dalam sejarah umat manusia, yang berlangsung sejak Rasulullah wafat (632 M) sampai masa kekuasaan Bani Abbasiyah periode pertama (1000 M). Secara berurutan kekhalifahan sebagai representasi kepemimpinan dunia dipimpin oleh Khilafah Rasyidah, Khilafah Bani Umayyah, dan Khilafah Bani Abbas.

Pada masa ini kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan. Ekspansi luar biasa dilakukan untuk memperluas kekuasaan Islam sampai ke Eropa dan Afrika dan hamper seluruh anak benua Asia.

Kemajuan kebudayaan dan pengetahuan juga dihasilkan secara spektakuler. Pada masa inilah keilmuan Islam mengalami perkembangan pesat yang masih menjadi rujukan keilmuan Islam sampai sekarang. Imam mahdzab yang empat ilahirkan pada masa kemajuan Islam ini. Pada masa ini pula berkembang keilmuan alam (sains maupun sosial). Ribuan ilmuan dengan berbagai disiplin ilmu dihasilkan pada masa ini.

Baghdad, Kairo (Mesir), Isfahan (Persia), Andalus (Spanyol), Samarkhand dan Bukhara (Tansoxania) adalah pusat-pusat peradaban Islam kala itu. Kotanya dibangun dengan megah, mengandalkan seni arsitektur bercita rasa tinggi. Gedung-gedung megah menghiasai kota, jalan-jalan asri dan teratur menambah apik potret peradaban islam, gedung perpustakaan yang mewah adalah kebanggan masing-masing kota menandakan supremasi ilmu pengetahuan.

Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.

Masa Disintegrasi (1000-1250 M)

Kemajuan besar yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Kecenderungan bermewah-mewahan ditambah dengan kelemahan Khalifah dan factor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Wibawa khalifah merosot tajam. Dari dua belas khalifah pada periode kedua Bani Abbas, hanya empat orang yang wafat dengan wajar. Selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturnkan dari tahta dengan paksa.

Ketika tentara khalifah melemah, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari pusat kekuasaan, mendirikan dinasti-dinasti kecil. Dinasti yang lahir dan elepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Kekhalifahan Abbasiyah seluruhnya berjumlah 26 dinasti.

Selain itu factor lain yang melemahkan peran politik khalifah adalah perebutan kekuasaan di pusta pemerintahan. Setelah generasi pertama dari Bani Buwaih (penguasa pada periode ketiga Dinasti Abbasiyah), kekuasaan menjadi ajang pertikaian antara anak-anak khalifah. Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan pusat. Faktor internal lain adalah pertentangan dalam tubuh militer antara golongan yang berasal dari Dailam dengan keturunan Turki.

Pada masa ini pula berlangsung Perang Salib selama tiga periode (1095-1247 M) yang menguras banyak sekali tenaga dan biaya. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya, namun kerugian fisik yang diderita mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah.

Baghdad sendiri kemuan dihancurkan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M. Semua bangunan kota termasuk istana emas dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan membakar buku-buku yang terdapat di dalamnya.
Masa Kemunduran (1250-1500 M)

Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumi-hanguskan oleh pasukan Mongol tersebut.

Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Umat Islam dengan demikian, dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama syamanism (penyembang bintang-bintang dan sujud kepada matahari yang sedang terbit).

Raja Dinasti Ilkhan keempat sangat kejam terhadap umat Islam, banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir. Dalam perkembangannya, beberapa raja dinasti Ilkhan memeluk agama Islam dan memperhatikan kepentingan umat Islam.

Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan Mongol, malapetaka yang besar kembali menimpa. Serangan terhadap umat Islam kembali berlangsung. Penyerang kali ini sudah masuk Islam tetapi sisa-sisa kebiadan dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan dahsyat ini dipimpin oleh Timur Lenk (Timur si Pincang) yang berusaha menaklukkan negeri-negeri Islam yang pernah dikuasai Jengis Khan. Ia berkata “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alammini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja.”

Di setiap negeri yang ditaklukkannya ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afghanistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfahan, Iran, ia membantai kurang lebih 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin Al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduknya dan seperti biasa, ia mendirikan 120 piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.

Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai seorang muslim, Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman ulama. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkhand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang indah. Dimasanya kota Samarkand menjadi pasar internasional mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tarbiz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri yang ditaklukkannya. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.

Bangsa Mongol baik itu Hulagu Khan maupun Timur Lenk berhasil menguasai hampir seluruh dunia Islam. Kehancuran yang dihasilkan lebih banyak ketimbang kemajuan yang dibuatnya. Satu-satunya negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol ini adalah Mesir yang ketika itu dipimpin oleh dinasti Mamalik (jamak dari mamluk, yang berarti budak). Pertemuan antara tentara Timur Lenk dengan tentara Mamalik berlangsung pada tanggal 13 September 1260 M di Ayn Jalut. Tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya.

Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah peradaban Islam. Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah di sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars (salah satu raja dari dinasti Mamalik) membai’at keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, Al-Muntanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan tentara Hulagu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh dinasti ini dengan Kairo sebagai pusatnya.

Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M)

Setelah khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik umat Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi.

Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar: Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani, disamping yang pertama kali berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.

Kerajaan Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Mereka masuk islam sekitar abad keislaman atau kesepuluh. Kerajaan Usmani dimulai pada tahun 1290 M di bawah kepemimpinan raja Usmani.

Kerajaan Usmani mencapai puncak kejayaannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad Al-Fatih, pada masanya, Sultan Al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Luas kerajaan Turki Usmani pada saat itu meliputi Asia kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.

Para penguasa Usmani menggunakan gelar “khalifah” sejak Sultan Murad menaklukkan Asia Kecil dan Eropa. Dan ketika kerajaan Usmani menaklukkan dinasti Mamalik (Mesir) , tempat bertahtanya para khalifah Abbasiyah, kerajaan Usmani meminta gelar khilafah itu.

Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang bernama Syafawiah yang bermadzhab Syi’ah. Kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran dewasa ini.

Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani. Peperangan dengan Turki Usmani, selain didasari oleh motif perluasan wilayah, juga dikarenakan perbedaan madzhab yang sangat kental. Kerajaan Turki Usmani sangat membenci golongan Syi’ah.

Peperangan dengan Turki Usmani terjadi pada tahun 1514 M dengan kemenangan diperoleh Turki Usmani. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.

Rasa bermusuhan dengan kerajaan Usmani berlangsung lama. Peperangan demi peperangan berlangsung antara dua kerajaan, sampai diadakan perjanjian damai yang dipelopori oleh kerajaan Safawi. Untuk mewujudkan perjanjian ini, kerajaan Safawi harus menyerahkan beberapa wilayahnya. Disamping itu, raja Safawi berjanji tidak akan menghina tiga khilafah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, raja Syafawi menyerahkan saudara sepupunya sebagai sandera di Istambul.

Kerajaan Mughal berdiri di daerah India, seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi di antara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda.

Kerajaan ini menaklukkan banyak kerajaan kecil di daerah India dan menjadikan Delhi sebagai ibu kotanya. Salah satu peninggalan yang berharga dari kerajaan ini adalah Masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan Istana Indah di Lahore, Istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan masjid-masjid indah. Peninggalan tesebut masih dapat dinikmati hingga sekarang.
(http://www.islamedia.web.id/2011/09/pasang-surut-peradaban-islam.html)

-RETRO 2011, DEKAT BERMANFAAT -

Minggu, 03 April 2011

Jika Bukan Ahlinya Yang Mengurus, Tunggulah Kehancuran!

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (BUKHARI - 6015)
Sungguh benarlah ucapan Rasulullah SAW di atas. "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Amanah yang paling pertama dan utama bagi manusia ialah amanah ketaatan kepada Allah, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam semesta dengan segenap isinya. Manusia hadir ke muka bumi ini telah diserahkan amanah untuk berperan sebagai khalifah yang diwajibkan membangun dan memelihara kehidupan di dunia berdasarkan aturan dan hukum Yang Memberi Amanah, yaitu Allah subhaanahu wa ta’aala.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab 72)
Amanat ketaatan ini sedemikian beratnya sehingga makhluk-makhluk besar seperti langit, bumi dan gunung saja enggan memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Kemudian ketika ditawarkan kepada manusia, amanat itu diterima. Sehingga dengan pedas Allah ta’aala berfirman: Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” Sungguh benarlah Allah ta’aala...! Manusia pada umumnya amat zalim dan amat bodoh. Sebab tidak sedikit manusia yang dengan terang-terangan mengkhianati amanat ketaatan tersebut. Tidak sedikit manusia yang mengaku beriman tetapi tatkala memiliki wewenang kepemimpinan mengabaikan aturan dan hukum Allah ta’aala. Mereka lebih yakin akan hukum buatan manusia –yang amat zalim dan amat bodoh itu- daripada hukum Allah ta’aala. Oleh karenanya Allah hanya menawarkan dua pilihan dalam masalah hukum. Taat kepada hukum Allah atau hukum jahiliah? Tidak ada pilihan ketiga. Misalnya kombinasi antara hukum Allah dengan hukum jahiliah.
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah 50)
Dewasa ini kita sungguh prihatin menyaksikan bagaimana musibah beruntun terjadi di negeri kita yang berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Belum selesai mengurus dua kecelakaan kereta api sekaligus, tiba-tiba muncul banjir bandang di Wasior, Irian. Kemudian gempa berkekuatan 7,2 skala richter di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Lalu tiba-tiba kita dikejutkan dengan erupsi gunung Merapi di Jawa Tengah. Belum lagi ibukota Jakarta dilanda banjir massif yang mengakibatkan kemacetan dahsyat di setiap sudut kota, bahkan sampai ke Tangerang dan Bekasi. Siapa sangka banjir di Jakarta bisa terjadi di bulan Oktober, padahal jadwal rutinnya biasanya di bulan Januari atau Februari..?
Lalu bagaimana hubungan antara berbagai musibah dengan pengabaian hukum Allah? Simaklah firman Allahta’aala berikut:
 “Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maidah 49)
Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa Allah mengancam bakal terjadinya musibah bila suatu kaum berpaling dari hukum Allah. Dan tampaknya sudah terlalu banyak dosa yang dilakukan ummat yang mengaku beriman di negeri ini sehingga musibah yang terjadi harus berlangsung beruntun. Dan dari sekian banyak dosa ialah tentunya dosa berkhianat dari amanah ketaatan kepada Allahta’aala. Tidak saja sembarang muslim di negeri ini yang mengabaikan aturan dan hukum Allah, tetapi bahkan mereka yang dikenal sebagai Ulama, Ustadz, aktifis da’wah dan para muballigh-pun turut membiarkan berlakunya hukum selain hukum Allah. Hanya sedikit dari kalangan ini yang memperingatkan ummat akan bahaya mengabaikan hukum Allah.
Dan yang lebih mengherankan lagi ialah kasus banjir Jakarta. Sudahlah warga Jakarta dipaksa bersabar dalam menuntut janji kosong pak Gubernur -sang “Ahli” yang mengaku sanggup mengatasi banjir tahunan tersebut- tiba-tiba kita semua dikejutkan dengan tersiarnya kabar bahwa Fauzi bowo justeru terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Serikat Kota dan Pemerintah Daerah Asia Pasifik. Sebagaimana diberitakan di Media Online Pemprov DKI Jakarta http://www.beritajakarta.com
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo akhirnya terpilih sebagai Presiden Serikat Kota dan Pemerintah Daerah Asia Pasifik atau United Cities and Local Goverments Asia Pasific(UCLG ASPAC). Bang Fauzi, begitu biasa ia disapa, terpilih secara aklamasi dalam kongres ke III, UCLG ASPAC yang berlangsung di ACT City, Hamamatsu, Jepang, 18-22 Oktober kemarin. Dalam kongres tersebut, sebanyak 200 delegasi pemerintah daerah dari negara se-Asia Pasifik seperti, Jepang, China, Korea Selatan, India, Taiwan, Australia, Thailand dan negara lainnya memilih Fauzi Bowo sebagai Presiden UCLG ASPAC yang akan menjalankan tugasnya hingga tahun 2012 mendatang. “Gubernur Fauzi Bowo terpilih secara aklamasi,” ujar Hasan Basri, Asisten Perekonomian dan Administrasi Sekdaprov DKI Jakarta, Senin (25/10).
Sungguh benarlah ucapan Rasulullah sholallahu’alaihi wa sallam "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."

dikutip dari : www.eramuslim.com

PAKAIAN SHALAT


oleh Fatimah Ali Salsabila
Adzan ashar berkumandang, saatnya menghentikan aktivitas bekerja dan bersiap pergi ke musalla kecil yang ada di lorong bagian ujung kantor, kuambil peralatan shalat dan berjalan tidak tergesa dan tetap berharap masih mendapatkan pahala jama’ah.
Musalla kecil yang bisa memuat kurang lebih delapan orang dewasa menjadi sarana kami pula untuk bertatap muka dengan rekan lain yang berbeda ruangan, karena di kantor kami sebagian besar pekerja adalah perempuan maka secara otomatis musalla kami menjadi musalla khusus perempuan, legitimasi yang tanpa perlu publikasi.
Selepas mengambil wudhu, saya tunaikan shalat ashar dan alhamdulillah masih kebagian rezeki shalat berjama’ah. Selepas shalat, bergantian rekan yang lain shalat berjama’ah dan ada satu rekan yang kelihatan tergesa agar kebagian shalat jama’ah dan ups, lupa memperhatikan mukena yang dia pakai. Mau menegur, tapi dia sedang shalat, akhirnya hanya bisa mendo’akan dalam hati saat itu dan saya pun kembali ke ruangan.
Pakaian atau mukena layak shalat yang kadang kurang kita perhatikan apabila kita tidak membawa peralatan shalat dari rumah atau hijab (pakaian) kita yang kurang memenuhi syariat untuk shalat misalnya kotor tapi tetap saja kita shalat dengan pakaian tersebut.
Seringkali kita sembarangan memakainya, entah mukenanya kebalik, bawahan mukena bolong dan robek, mukena milik umum yang bau nya naudzubillah min dzalikkarena sudah tidak dicuci mungkin berbulan-bulan tapi tetap kita kenakan untuk menghadap Ilahi, menunaikan ibadah yang kelak akan dihisab pertama kali nanti, yaitu shalat.
Kadang kita lupa, kita hanya sekedar menunaikan kewajiban tapi lupa adabnya, lupa etika nya, lupa sopan santunnya, padahal kita mau menghadap kepada Yang Maha Menciptakan kita, Yang Maha Berkuasa, Yang Menggenggam jiwa kita. Ya, adab yang kadang kita lupa (kan) atau (ter) lupa, lain hal jika Presiden memanggil (serasa menteri, hehehe) atau ada orang penting dalam kehidupan kita memanggil, atau menghadiri undangan pernikahan tentu kita akan memakai pakaian terbaik, rapih, bagus dan bersih, dan tidak mungkin kita memakai pakaian yang rok nya bolong atau sobek, jilbabnya bau tak sedap atau pakaiannya seperti ketumpahan kopi yang hitam pekat, pastinya kita akan menyiapkan busana yang terbaik.
Sudah seharusnya itu pula yang kita persiapkan ketika Alloh memanggil kita melalui adzan yang berkumandang untuk shalat menghadapnya, menyiapkan jasad kita, hati, pikiran dan tentu saja pakaian yang kita kenakan untuk menghadapNYA saat shalat termasuk menyiapkan mukena layak shalat. Karena Alloh menyukai keindahan, dan mengenakan pakaian (mukena) layak shalat pun salah satu bentuk keindahan tadi disamping juga merupakan adab kita kepada Pemilik Jiwa kita, Alloh Subhanahu Wata’ala...
Mari mulai sekarang sama-sama kita persiapkan pakaian atau mukena layak shalat, dan tulisan ini pun menjadi pengingat penulis untuk berupaya menyiapkan pakaian atau mukena yang layak digunakan untuk shalat.
Wallahu’alam...
dikutip dari : www.eramuslim.com

Menjawab Salam di Kamar Mandi


Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Ustadz, Saya pernah mendengar ada dalil tidak diperbolehkannya kita menyebut Asma Allah Ta'ala di kamar kecil, termasuk membaca ayat-ayat Al Quran.
Pertanyaannya adalah bagaimana jika menjawab salam? Bisa dari tamu, ataupun menjawab telepon. Sementara ini karena darurat saya berijtihad menjawab dengan salam saja tanpa menyebut beserta rahmat Allah Ta'ala dan barokah Allah Ta'ala. Apakah ini benar?
Pertanyaan kedua bagaimana kalau kita tidak sengaja menyebut Nama Nya, seperti kita hampir terpeleset terus mulut kita reflek mengucapkan Astaghfirullah.
Jazakallah atas jawabannya.
Wassalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Abu Noura

Jawaban

Waalaikuussalam Wr Wb
Abu Noura dimuliakan Allah swt

Tidak dianjurkan memberikan salam terhadap orang yang berada di kamar kecil (tempat buang hajat) karena keadaannya tidak pantas untuk itu. Dan jika ada yang mengucapkan salam terhadap orang yang berada di kamar mandi maka tidak diwajibkan baginya untuk menjawabnya, ada pula yang mengatakan tidak usah dijawab… (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 6371)
Demikian halnya dengan menyebutkan nama Allah (dzikrullah) di kamar kecil maka tidaklah dibolehkan karena tempatnya yang tidak layak untuk itu.
Syeikh ibn Utsaimin mengatakan bahwa tidaklah seharusnya bagi seseorang menyebutkan nama Allah (dzikrullah) didalam kamar mandi karena tempat itu tidaklah tepat untuk dzikir.
Namun jika dirinya menyebutkan nama Allah didalam hatinya maka tidak masalah selama melafazhkannya dengan lisan. Dan jika tidak maka dianjurkan baginya untuk tidak mengucapkan dzikrullah dengan lisannya di tempat seperti itu dan hendaklah menunggu hingga ia keluar darinya.” (Majmu’ Fatawa asy Syeikh Ibnu Utsaimin juz XI hal 109)
Adapun jika menyebutkan nama Allah di tempat seperti itu karena tidak sengaja maka tidaklah mengapa.
Wallahu A’lam

dikutip dari : www.eramuslim.com